PENGANTAR
PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN INDIVIDU
KATA PENGANTAR
الحمد
لله رب العالمين وبه نستعين علي امور الدنيا والدين والصلاة والسلام علي اشرف
الأنبياء و المرسلين وعلي اله واصحابه
اجمعين
Assalamualaikum Wr. Wb
Adalah suatu kesyukuran yang sangat besar, kami mahasiswa UMY semester 1
Fakultas Agama Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam mendapat kesempatan
yang sangat berharga untuk mempelajari, membahas , dan mempresentasikan materi
Perkembangan Individu dalam mata kuliah pengantar psikologi.
Kami kelompok 2 mengucapkan banyak terima kasih atas kepercayaan bapak
kepada kami untuk membahas dan mempelajari dan memperdalam pengetahuan kami.
Makalah ini kami buat atas kemampuan dan keterbatsan pengetahuan dan
pemahaman kami. Insya Allah kami akan berusaha menjelaskan dan memaparkan
sebaik mungkin. Semoga teman – teman bisa mengerti dan memahami apa itu
perkembangan dan pertumbuhan, factor – factor perkemngan, tahap – tahap
perkembangan, dan tugas – tugas perkembangan.
Demikianlah, mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Dan terakhir kami mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak Dr. Arif
Budi Raharjo, M. Si yang telah mendukung kami.
Billahi at- Taufiq wal- Hidayah. Wassalam.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1. Pendahuluan
- Pengertian Perkembangan dan Pertumbuhan
- Faktor-Faktor Bawaan ( Nature ) dan ( Nurture ) Lingkunngan
BAB 2. Tahap – Tahap Perkembangan
- Perkembangan Manusia
BAB 3. Tugas – Tugas Perkembangan
- Tugas Perkembangan
- Faktor Tugas Perkembangan
- Tugas Perkembangan Dari Setiap Fase
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Perkembangan dan
Pertumbuhan
Mahasiswa sering dibingungkan oleh arti istilah perkembangan dan
pertumbuhan.
Secara umum, perkembangan merupakan perubahan – perubahan psikologi /
mental yang dialami individu dalam proses menjadi dewasa. Hali itu juga berarti
bahwa perkembangan merupakan suatu proses ke depan. Meslipun demikian, Sigmund
Freud ( 1856-1939 ) menyatakan bahwa perkembangan kepribadian seseorang dapat
mengalami gangguan. Bila gangguan itu menyebabkan seseorang berprilaku seperti
pada tahap perkembangan sebelumnya, maka terjadi regresi.
Sedang bila
gangguan menyebabkan perkembangan terhambat sehingga untuk suatu periode
tertentu prilaku tidak berubah, maka terjadi fiksasi.
Di lain pihak, pertumbuhan berarti perubahan-perubahan fisik / biologis
ke arah kemasakan fisiologis, yaitu organ-organ tubuh dapat berfungsi secara
optimal. Pertumbuhan hanya terjadi sekali saja tidak dapat di ulang kembali.
Kemasakan psikologis atau sering disebut kematangan berarti kedewasaan dan
kemasakan fisiologis berarti berfungsinya organ-organ tubuh secara optimal (
dapat melakukan tugasnya sebagaimana mestinya ). Bila kemasakan fisiologis
dapat dicapai tanpa proses belajar, maka kematangan harus dicapai dengan proses
belajar.
Meskipun demikian, dalam banyak literatur istilah perkembangan sudah
mencakup pengertian perkembangan mental maupun pertumbuhan.
B. Faktor – factor Bawaan dan
Lingkungan
Kontroversi
Nature vs Nurture
Sudah sejak lama, para ahli berdebat mengenai factor mana yang paling
dominan mempengaruhi perkembangan individu, bawaan atau lingkungan.
Perdebatan ini dikenal dengan istilah kontroversi Nature vs Nurture.
Bentuk – bentuk Nature
|
Bentuk – bentuk Nurture
|
Innate
(pembawaan lahir)
|
Experiences
(pengalamanpengalaman)
|
Preformed
(sudah dibentuk)
|
Environment (dibentuk
lingkungan)
|
Instinct
(instink)
|
Acquired
(diperoleh)
|
Inborn
(sejak lahir)
|
Learning
(proses belajar)
|
Genetic (genetic)
|
Socialization
(sosialisasi)
|
Heredity
(hereditas)
|
Education
(pendidikan)
|
a.
Faktor bawaan ( Nature )
Tidak disangkal bahwa cirri-ciri fisik dan mental
tertentu diturunkan dari generasi ke generasi. Aliran Nativisme, yang di
pelopori Schipenhauer (1788 – 1860) dan filsuf (427 – 347 BC) seperti Plato dan
Descartes ( 1596 – 1050), memandang perkembangan manusia sudah ditentukan oleh
alam.
b.
Faktor lingkungan ( Nurture )
Selain bebagai ciri yang dibawa individu sejak lahir,
terdapat banyak segi kepribadian individu yang diperolehnya dari belajar. Alam
tidak mempersiapkan seseorang untuk jadi Dosen, Ahli Hukum, atau Dokter.
Menjadi pertanyaan,: apakah factor lingkungan ini dominant dalam
menentukan perkembangan seseorang ?.
Aliran Empirisme yang dipelopori oleh John
Locke ( 1632 – 1704 ), beranggapan bahwa manusia lahir tabularasa, putih
bersih bagaikan bagaikan kertas yang belum ditulisi. Lingkunganlah yang
membentuk seseorang menjadi manusia seperti dia waktu dewasa. Oleh karena itu,
lingkungan harus “ diatur “ dengan baik agar anak-anak kelak menjadi manusia
dewasa yang baik.
c.
Konvergensi
Psikologi modern saat ini sepakat bahwa factor bawaan
dan lingkungan mempunyai pengaruh yang sama besarnya pada perkembangan
individu. Perkembangan adalah transaksi antara diri individu dan dirinya
sendiri dan dengan lingkungannya.
Aliran Konvergensi, aliran yang menggabungkan
kedua pandangan, dipelopori oleh William Stern ( 1871 – 1938 ). Bakat memang
memasukan peranan penting, tapi agar berkembang secara maksimal, bakat harus
menemukan lingkungan yang sesuai.
BAB II
TAHAP – TAHAP PERKEMBANGAN
A. Perkembangan
Manusia
Berikut ini akan diuraikan secara umum perkembangan manusia dari dalam
kandungan sampai usia tua.
- Periode dalam kandungan ( prenatal )
Periode ini sangat penting karena selama dalam
kandungan terjadi pembentukan wujud manusia yang akibat-akibatnya terus
berpengaruh sepanjang hidup.
- Periode Bayi
Periode ini mencakup beberapa periode perkembangan
yang pendek. Pertama adalah infancy ( orok ) yaitu selama dua minggu sejak bayi
lahir. Dalam masa ini terjadi dua fase yang amat berbeda. Dalam waktu lebih
kurang 30 menit setelah bayi lahir, dia tidak berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Ia masih merasa bersatu dan bergantung 100% pada ibunya. Fase ini
disebut partunatal. Pada saat plasenta dipotong, bayi otomatis berdiri
sendiri sebagai individu dan mempunyai sedikit kebebasan di banding saat-saat
sebelumnya. Inilah yang disebut fase neonatal.
Periode selanjutnya adalah babyhood (bayi). Inilah
masa pembentukan dasar-dasar kepribadian individu. Periode bayi berlansung
selama dua tahun sejak masa jabang bayi. Periode ini adalah usia terjadinya
perubahan dan pertumbuhan yang amat cepat, sekaligus semakin berkurangnya
ketegantungannya anak pada ibunya dan awal munculnya individualitas. Pada usia
– usia awal ini individu belajar mengenal orang lain di luar dirinya dan ibunya
dan harus menyesuaikan diri denagn berbagai tuntutan lingkungan ( sosialisasi
).
- Periode kanak-kanak awal ( Early Childhood )
Periode ini diitung sejak anak sudah berusia dua tahun
sampai berusia enam tahun. Orang tua sering menganggap periode ini sebagai
masa-masa yang sulit. Anak menjadi luar biasa nakalnya, suka membantah orangtua
dan banyak bertanya. Ini terjadi karena anak sudah mulai mengkoordinasikan
tubuhnya dan lebih mengenal lingungannya dan merasa lebih mandiri. Ia mulai
sadar bahwa sampai tahap tertentu ia bisa mengatasi lingkungannya tanpa bantuan
orang lain.
- Periode Kanak-Kanak Akhir ( Late Childhood )
Periode ini mulai sejak anak-anak berusia 6 tahun
sampai organ – organ seksualnya masak. Kemasakan seksual itu sangat bervariasi
baik antar jenis kelamin maupun antar budaya yang berbeda. Tetapi pada umumnya
dapat diambil patokan 12-13 tahun untuk wanita dan 14-15 tahun untuk laki-laki.
- Periode Pubertas ( Akhir Balihg )
Hurlock mengatakan bahwa “ puberty is the period in
the developmental span when the child changes from an asexual to a sexual
being”. Remaja adalah masa dalam perkembangan manusia, ketika anak berubah dari
makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Apa artinya ?
Masa pebertas ditandai dengan masaknya organ-organ
reproduksi sehingga secara fisik-biologis remaja sudah siap beranak-pinak.
Kemasakan organ-organ seksual ini juga mengubah pola sosialisasi anak.
- Periode Remaja ( Adolescence )
Periode remaja adalah masa transisi dalam periode
anak-anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang amat
penting dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam pembentukan kepribadian
individu.
Kebanyakan ahli memandang masa remaja harus dibagi
dalam dua periode karena terdapat ciri-ciri perilaku yang cukup banyak berbeda
dalam kedua periode tersebut. Pembagian ini biasanya menjadi ; periode remaja
awal ( early adolescence ), yaitu berkisar antara umur 13 sampai 17 tahun ; dan
periode remaja akhir., yaitu 17 sampai 18 tahun ( atau umur deewasa menurut
hokum yang berlaku di suatu Negara ).
Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari
periode- periode perkembangan sebelumnya. Dalam periode ini apa yang diperoleh
dalam masa-masa sebelumnya diuji dan dibuktikan sehingga dalam periode
selanjutnya individu telah mempunyai suatu pola pribadi yang lebih mantap.
- Periode Dewasa Awal ( Early Adulthood )
Secara umum berkisar antara usia 18 – 40 tahun. Bila
masa-masa sebelumnya dapat dianggap sebagai umur – umur pembentukan ( formative
years ), maka periode dewasa secara umum adalah umur – umur pemantapan diri
terhadap pola hidup baru ( berkeluarga ). Mereka mulai serius belajar demi
karir di masa yang akan datang, mulai memilih-milih pasangan yang lebih serius,
dan cita – citanya menjadi lebih realistis. Sikap-sikap dan nilai-nilai remaja
yang kadang-kadang extreme mulai dikaji kembali dengan tenang, pengaruh teman
sebaya banyak berkurang sehingga ia bisa berpikir dan memutuskan berdasarkan
kehendak sendiri.
- Periode Dewasa Madya ( Middle Adulthood / Middle Age )
Pada umumnya dihitung sejak usia 40 tahun sampai 60
tahun. Kehidupan mereka pada umumnya sudah mapan, berkeluarga dan memiliki (
beberapa ) anak. Meskipun demikian, para ahli nampaknya sependapat bahwa bagi
laki – laki dan wanita karir, periode ini adalah masa puncak keberhasilan.
Periode tengah umur merupakan masa untuk melihat
kembali ke masa lampau. Setelah semua keberhasilan diperoleh, logislah bahwa
mereka mengevaluasi kembali keberhasilan – keberhasilan itu berdasarkan aspirasi-aspirasi
dan harapan-harapan mereka serta orang lain di sekitar mereka di masa lalu.
- Periode Usia Lanjut ( Late adulthood / Old Age )
Usia lanjut merupakan periode terakhir dalam hidup
manusia, yaitu umur 60 tahun ke atas. Masa ini adalah saat untuk mensyukuri
segala sesuatu yang sudah ia capai di masa lalu. Pada saat ini keadaan fisiknya
sudah jauh menurun, bahkan ia mungkin juga sudah pansiun. Oleh karena itu,
berbagai masalah juga harus mereka hadapi sendiri.
BAB III
Tugas–Tugas Perkembangan
A. Tugas Perkembangan
Salah satu
prinsip perkembangan bahwa setiap individu akan mengalami fase perkembangan
tertentu, yang merentang sepanjang hidupnya. Pada setiap fase perkembangan
ditandai dengan adanya sejumlah tugas-tugas perkembangan tertentu yang
seyogyanya dapat dituntaskan.
Tugas–tugas
perkembangan ini berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang
seyogyanya dikuasai sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Havighurst
(Abin Syamsuddin Makmun, 2009) memberikan pengertian tugas-tugas perkembangan
bahwa: “A developmental task is a task which arises at or about a certain
period in the life of the individual, succesful achievement of which leads to
his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness
in the individual, disaproval by society, difficulty with later task”..
"Sebuah tugas perkembangan adalah tugas yang timbul pada atau sekitar periode
tertentu dalam kehidupan pencapaian,
keberhasilan individu yang mengarah pada kebahagiaan dan keberhasilan dengan
tugas kemudian, sedangkan
kegagalan menyebabkan ketidak bahagiaan
dalam ketidak setujuan, individu dengan masyarakat, kesulitan dengan tugas nanti ".
B. Faktor Tugas
Perkembangan
Tugas perkembangan individu bersumber pada faktor–faktor: (1) kematangan
fisik; (2) tuntutan masyarakat secara kultural; (3) tuntutan dan dorongan
dan cita-cita individu itu sendiri; dan (4) norma-norma agama.
C. Tugas Perkembangan dari
setiap fase
Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini dikemukakan rincian tugas perkembangan dari setiap fase
menurut Havighurst.
1. Tugas Perkembangan
Masa Bayi dan Kanak-Kanak Awal (0,0–6.0)
- Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan.
- Belajar memakan makan padat.
- Belajar berbicara.
- Belajar buang air kecil dan buang air besar.
- Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
- Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
- Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam.
- Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain.
- Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan pengembangan kata hati.
2. Tugas Perkembangan
Masa Kanak-Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6,0-12.0)
- Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
- Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
- Belajar bergaul dengan teman sebaya.
- Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
- Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
- Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
- Mengembangkan kata hati.
- Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
- Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
3. Tugas Perkembangan
Masa Remaja (12.0-21.0)
- Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
- Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
- Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
- Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
- Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
- Memilih dan mempersiapkan karier.
- Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
- Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
- Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
- Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.
4. Tugas Perkembangan
Masa Dewasa Awal
- Memilih pasangan.
- Belajar hidup dengan pasangan.
- Memulai hidup dengan pasangan.
- Memelihara anak.
- Mengelola rumah tangga.
- Memulai bekerja.
- Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
- Menemukan suatu kelompok yang serasi.
Sementara
itu, Depdiknas (2003) memberikan rincian tentang tugas perkembangan masa remaja
untuk usia tingkat SLTP dan SMTA, yang dijadikan sebagai rujukan Standar
Kompetensi Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah, yaitu :
1. Tugas Perkembangan
Tingkat SLTP
- Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
- Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
- Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
- Mengenal kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.
- Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan atau mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat.
- Mengenal gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi.
- Mengenal sistem etika dan nilai-nilai sebagai pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat dan minat manusia.
2. Tugas Perkembangan
Peserta didik SLTA
- Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Mencapai kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria dan wanita.
- Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat
- Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program kurikulum, persiapan karir dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
- Mencapai kematangan dalam pilihan karir
- Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.
- Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang berkehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual serta apresiasi seni.
- Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai.
Daftar Pustaka
Irwanto, Dr.
1991. Psikologi Umum. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama
Suryabrata, Drs.
Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/196103171987032-AAS_SAOMAH/PERKEMBANGAN_INDIVIDU_Ix.pdf
17 - 09 - 2011
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A.
Pendahuluan
Psikologi
pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington,
1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara
psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan
apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama
studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi
pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan
dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena
konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang
senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi
pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut
untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat
menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap
berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
B. Mendorong Tindakan Belajar
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah
besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang
lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang
bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan
pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan
semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan
yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan
seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan
lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya
kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat
keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa
pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas.
Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran
manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak
mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan
saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak
untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak
artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila
hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun
demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan
informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam
batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan
fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk
memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu
falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang
pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan
antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari
mengepung kehidupan mereka.
Sebagai
penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi
pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila
sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi
pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan
kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar
dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar
mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai
kebutuhan-kebutuhannya.
Dari
deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang
berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri.
Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ;
menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah
tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya
tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari
sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku
teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan
membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan
fasilitator dari seorang pendidik.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan
Hasil Belajar
Agar
fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat
dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan
atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis
(Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor
fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan,
faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material
pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan
dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk
mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan
subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang
paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor
lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu
mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih
efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu
memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu,
lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi
proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang
tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik
yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan
sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar.
Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor
instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan
belajar.
Faktor
fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah
kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah
kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi
jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk
memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas
secara
terpisah.
Perilaku
individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai
gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah
dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam
belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh
besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif
subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi
pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan
teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing),
debat dan sebagainya.
Strategi
pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari
subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak
disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk
mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di
sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian
psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan
yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan
adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang
bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena
itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk
kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami
keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis
manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan
peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati
bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan
informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui
penglihatan dan pendengaran.
Jika
demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di
dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya
penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan,
umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara
teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1)
menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin
karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai
kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan
merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan
inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam
konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran
yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan
lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik
pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi
subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau
urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat
nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal
lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan
ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal
yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai
melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang
dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung
semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam
ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk
mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog
pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam
jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses
pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk
mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah
dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes
setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan
resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah
dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal
yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan
dunia sekitar.
Pendidik
dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian
tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi
yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang.
Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan
hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi
seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat
bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan
berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian,
dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan
berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan
normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang
reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses
pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya.
Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang
“selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan
kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih
memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau
konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya
mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif
adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar,
seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan
baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang
pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif
intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang
ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam
konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya
berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial
pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik.
Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif
di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong
subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian,
pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada
hal-hal yang negatif.
Motif
ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”,
yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik
ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan
sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan
melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan
prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
|
0 komentar:
Posting Komentar