GURU, MENGAJAR DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Kata Pengantar
Segala puji bagi
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat taufiq hidayah dan inayahnya sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan keharibaan paduka alam, baginda nabi Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para shohabatnya dan tentunya kepada kita selaku ummatnya.
Amien.
Kami ucapkan terima
kasih kepada Bapak atas kepercayaannya kepada kami dalam membuat makalah ini,
kritik dan sarannya kami harapkan mengingat pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna.
BAB I
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Antara Pendidikan dengan Pengajaran
Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Dalam
bahasa Arab pendidikan disebut “tarbiyah”
yang berarti proses persiapan dan pengasuhan manusia pada fase-fase awal
kehidupannya yakni pada tahap perkembangan masa bayi dan kanak-kanak
(Jalal,1988)
Dalam
bahasa Inggris, pendidikan disebutkan education
yang kata kerjanya to educate. Pandanan
kata ini adalah to civilize, to develove,
artinya memberi peradapan dan pengembangan. Istilah education memiliki dua
arti, yaitu arti dari sudut orang yang menyelenggarakan pendidikan dan arti
dari sudut orang yang dididik. Dari sudut pendidikan education berarti
perbuatan atau proses memberikan pengetahuan atau mengajarkan pengetahuan.
Sedang dari peserta didik, education berarti proses atau perbuatan memperoleh
pengetahuan.
Menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Umar
Tirta memberi pengertian pendidikan dengan menggunakan batasan pendidikan. Pendidikan
sebagai proses transformasi budaya; pendidikan diartikan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Pendidikan
sebagai proses pembentukan pribadi;
pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik
terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Pendidikan sebagai
proses penyiapan warga negara; pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan
yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang
baik. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja; pendidikan diartikan sebagai
kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Pengertian
pengajaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : proses, cara, perbuatan mengajar
atau mengajarkan. Dalam bahasa Arab, pengajaran disebut “taklim” yang berasal dari kata’allama, dan pandananya “hazzaba”. Dalam Kamus Arab-Inggris susunan Elias & Elias (1992), kata-kata
tersebut berarti : to educate, to train, to teach, to instruct, yaitu
mendidik, melatih, dan mengajar.
Selanjutnya
istilah pengajaran dalam bahasa Inggris disebut instruction atau teaching.
Akar kata instruction adalah to instruct, artinya to direct to do something to teach to do something,to furnish with
information, yaitu memberikan pengarahan agar melakukan sesuatu,
mengajarkan agar melakukan sesuatu, member informasi. Istilah instruction
(pengajaran) menurut Reber (1998) berarti: pendidikan atau proses perbuatan
mengajarkan pengetahuan.
Sementara itu, Tardif (1987) memberi arti
instruction secara lebih terperinci yaitu: A
preplanned, goal directed education process designed to facilitate learning. Artinya,
pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan
diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar.
Pengajaran
merupakan aktivitas (proses) yang sistematis dan sistemik yang terdiri dari banyak
kompenen. Masing-masing
komponen tidak
bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus
berjalan secara teratur, saling bergantung, berkesinambungan. (Ahmad Rohani dan
Abu Ahmadi, 1991: 1)
Dari
uraian beberapa definisi diatas dapat kita ketahui bahwa, pendidikan dan pengajaran mempunyai
pengertian yang hampir sama
yaitu, suatu proses tranformasi ilmu, budaya, nilai, ketrampilan,dan
pembentukan kepribadian yang cakap dan
mandiri yang dilakukan dengan cara sistematis dan sistemik. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan, sebuah
pendidikan tidak mungkin berlangsung tanpa adanya pengajaran.
B.
Hakikat
Mengajar
Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah “suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak,sehingga terjadi proses belajar”, lingkungan dalam
hal ini juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan
sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.
Biggs
(1991), seorang pakar psikologi kognitif masa kini, membagi konsep mengajar dalam
tiga pengertian, yaitu:
a.
Pengertian
kuantitatif (yang menyangkut jumlah pengetahuan yang di ajarkan), dalam
pengertian ini mengajar artinya the transmission of knowledge
yakni penularan pengetahuan . Mengajar menurut pengertian ini lebih menekankan
kepada bagaimana seorang guru mampu menyampaikan pelajaran dengan
sebaik-baiknya, tanpa memandang apakah siswa mampu mencapai hasil yang di
harapkan atau tidak (teacher centered).
b.
Pengertian
Institusional (yang menyangkut kelembagaan atau sekolah), dalam pengertian ini
mengajar adalah the efficient orchestration of teaching skills yakni
penataan segala kemampuan, bakat dan kebutuhan para siswa .
c.
Pengertian
kualitatif (yang menyangkut mutu hasil yang ideal), dalam pengertian ini,
mengajar adalah the fasilitation of learning yakni upaya membantu
memudahkan kegiatan belajar siswa. Mengajar menurut pengertian ini lebih
berpusat pada siswa (student centered).
William
C. Morse & G. Max Wingo
(1962) mengemukakan tiga macam defenisi mengajar:
a.
Tradisional, secara tradisional
mengajar berarti “proses memberikan kepada pelajar, pengetahuan dan
keterampilan yang di perlukan untuk menguasai mata pelajaran yang di tentukan”.
b.
Definisi kamus, dalam
definisi ini mengajar di artikan sebagai “menunjukan bagaimana mengerjakan ;
menjadikan mengerti; memberikan intruksi”.
c.
Definisi mutakhir, menurut definisi ini
mengajar di artikan sebagai “kegiatan
untuk membimbing dan merangsang belajar anak untuk mengerti, dan membimbing
anak sebagai individu dan sebagai kelompok dengan maksud terpenuhinya
kelengkapan pengalaman belajar yang memungkinkan setiap anak dapat berkembang
terus secara teratur mencapai kedewasaanya”.
Berdasarkan definisi-definisi yang di
kemukakan di atas, dapat kita simpulkan bahwa mengajar yang dalam bahasa arab di kenal dengan kata
ta’lim dan teching dalam bahasa Inggris
adalah bagian dari proses pendidikan yang pada hakikatnya merupakan suatu
proses interaksi antara seseorang dalam hal ini adalah guru dengan orang lain
dalam hal ini adalah siswa yang
mengarah pada timbulnya perilaku belajar
para siswa.
Ada dua pandangan yang berbeda dalam
melihat profesi mengajar, yaitu mengajar sebagai ilmu, dan mengajar sebagai
seni.
1.
Mengajar sebagai ilmu
Aliran yang memandang mengajar sebagai ilmu (science) di
ilhami oleh teori perkembangan klasik yang di sebut empirisme yang di pelopori
John Locke (1632-1704) yang menyatakan
bahwa faktor yang menetukan kehidupan seseorang adalah proses belajar dan
interaksi dengan lingkungan, sedang pembawaan dan bakat yang di turunkan orang
tua tidak berpengaruh apa-apa. Maka berdasarkan teori tersebut, para ahli yang
memandang mengajar sebagai ilmu berpendapat, bahwa seseorang yang di kehendaki
untuk menjadi guru mistalnya oleh orang tuanya sendiri, akan dapat menjadi guru
yang baik asalkan ia di didik di sekolah
atau fakultas keguruan, begitu pula anak seorang petani akan dapat menjadi guru
yang profesional ketika ia belajar ilmu
pendidikan meskipun dia anak seorang petani.
2.
Mengajar sebagai seni
Memang benar untuk bisa menjadi seorang guru yang baik,
seseorang harus terlebih dahulu belajar dan berlatih di lingkungan instansi
pendidikan keguruan, tetapi pada kenyataannya dalam mengajar terdapat faktor
tertentu yang abstrak yang hampir
mustahil di pelajari. Sebagai contoh, seorang yang menguasai/mahir bidang studi
agama, belum tentu dia pandai dalam mengajar ilmu agama pada orang lain, begitu
pula sebaliknya.
Berdasarkan kenyataan tersebut,
sebagian para ahli ada yang memandang bahwa mengajar adalah seni, dan kecakapan
mengajar hanya di miliki oleh orang-orang yang memang berbakat, bukan di
hasilkan dari proses belajar dan latihan, aliran ini sama dengan aliran
nativisme yang di pelopori Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang telah
menimbulkan “optimisme pedagogis”, aliran inilah yang menjadi cikal bakal
aliran behaviorisme.
Pada prinsipnya, baik itu pandangan
yang menyatakan mengajar sebagai ilmu maupun sebagai seni , keduanya memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Untuk menjadi guru yang baik dan
profesional, tidak hanya cukup dengan bakat saja, tetapi juga harus di dukung
oleh pelatihan dan pembelajaran di bidang pendidikan.
C.
Mengajar dalam Perspektif Islam
Islam adalah agama yang sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan, hal ini terbukti dengan begitu
banyaknya ayat-ayat al-quran dan hadist-hadist Nabi yang menerangkan keutamaan
ilmu pengetahuan, salah satu contohnya adalah seperti yang termaktub dalam
surat al-mujadalah dalam potongan ayat
:
يرفع الله
اللذين امنوا منكم واللذين أوتوا العلم درجات....الخ
Artinya: “Alloh akan
mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan yang di beri ilmu pengetahuan dengan beberapa
derajat” .
Sehubungan dengan pentingnya posisi
ilmu pengetahuan dalam islam, maka tentunya segala hal yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuanpun yang salah satunya adalah mengajar memiliki peran penting dalam islam.
Mengajar, yang dalam istilah bahasa
Arab di kenal dengan kata ta’lim telah lebih dahulu ada dan lebih univesal
daripada pendidikan (tarbiyah), sebagai bukti, ketika Rosululloh mengajarkan
sahabat tilawatil qur’an , beliau tidak membatasi hanya sampai para sahabat
pandai membaca al-qur’an, tetapi lebih jauh lagi , mereka di ajari sampai pandai
membaca al-qur’an dengan renungan, pemahaman, tanggung jawab, dan penanaman
amanah (jalal,1988). Mengajar memiliki signifikansi yang vital dalam proses
pendidikan. Bahkan karena saking pentingnya arti pengajaran, maka Al-qur’an
mengungkapkan ini berkali-kali, antara lain:
1)
Al-baqoroh:31
وعلّم أدم الأسماء كلها....
Dan Alloh telah “mengajarkan” kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.
2)
Al-aqoroh : 151
ويعلّمكم مالم تكون تعلمون
Alloh telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
D.
Guru
1.
Pengertian
Guru
Hugget (1985)
mencatat sejumlah besar politisi Amerika Serikat yang mengutuk para guru kurang
profesional, sedangkan orang tua juga telah menuding mereka tidak kompeten dan
malas. Kalangan bisnis dan industrialis pun memprotes para guru karena hasil
didikan mereka dianggap tidak bermanfaat. Sudah tentu tuduhan dan protes dari
berbagai kalangan itu telah memerosotkan harkat para guru.
Bagaimanakah
nasib guru di negara kita? Pada zaman dahulu, jauh sebelum era globalisasi
informasi, profesi dan posisi guru konon dihormati seperti para priyayi. Dalam
berbagai upacara perayaan, mereka duduk di deretan utama bersama para demang
alias wedana.
Secara
ekonomis, penghasilan guru pada waktu itu memadai bahkan lebih. Secara
psikologis, harga diri (seif-esteem) dan wibawa mereka juga tinggi,
sehingga para orangtua pun berterima kasih bila anak-anaknya “dihajar” guru
kalau berbuat kurang ajar dan mengganggu. Singkat cerita, posisi guru di mata
berbagai kalangan masyarakat pada masa lalu sangat tinggi dan terhormat.
Namun, kini
keadaan para guru telah berbuat drastis. Profesi guru adalah profesi yang
“kering” dalam arti kerja keras para guru membangun sumber daya manusia (SDM)
hanya untuk sekedar mempertahankan kepulan asap dapur mereka saja. Bahkan,
harkat dan derajat mereka di mata masyarakat merosot, seolah-olah menjadi warga
negara second class (kelas kedua). Kemerosotan ini terkesan hanya karena
mereka berpenghasilan jauh di bawah rata-rata kalangan profesional lainnnya.
Sementara itu,
wibawa para guru di mata murid-murid pun kian jatuh. Murid-murid masa kini,
khususnya yang menduduki sekolah-sekolah menengah di kota-kota pada umumnya
hanya cenderung menghormati guru karena ada udang di balik batu. Sebagian
siswa-siswa di kota menghormati guru mereka karena ingin mendapatkan nilai yang
tinggi atau naik kelas dengan peringkat tinggi tanpa kerja keras. Sebagian
lainnya lagi menghormati guru agar mendapatkan dispensasi “maaf dan
maklum”apabila mereka telat menyerahkan tugas.
Sikap dan
perilaku masyarakat seperti itu memang tidak sepenuhnya tanpa alasan yang
bersumber dari para guru. Ada sebagian guru yang terbukti memang berpenampilan tidak mendidik. Ada yang
memberi hukuman badan (corporal punishmement) di luar batas norma kependidikan,
dan ada juga guru pria yang melakukan pelacehan seksual terhadap murid-murid
perempuannya.
Kelemahan lain
yang juga disandang sebagian guru kita adalah kerendahan tingkat kompetensi
profesionalisme mereka. Penguasaan mereka terhadap materi dan metode pengajaran
masih berada di bawah standar.[1]
Kenyataan-kenyataan
negatif sepeti ini cepat atau lambat akan menjatuhkan prestise (wibawa yang
berkenaan dengan prestasi), khususnya prestise profesionalisme para guru.
Ironisnya, kemerosotan prestise profesional sering diikuti dengan kemerosotan
prestise sosial dan prestise material.[2]
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991,
guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariaanya) mengajar.
Kata guru dalam bahasa Arab disebut mu’allim dan dalam bahasa Inggris teacher,
itu memang memiliki arti sederhana yakni A person whose occupation is teaching
others.
Mengajar pada
hakekatnya sama dengan mendidik. Karena itu, tudak perlu heran bila seorang
guru yang sehari-harinya sebagai pengajar lazim juga disebut pendidik.
Guru sebagai
pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha
pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan mengenai pembaruan kurikulum,
pengadaan alat-alat belajar sampai pada kriteria sumber daya manusia yang
dihasilkan oleh usaha pendidikan, selalu bermuara pada guru. Hal ini
menunjukkan betapa signifikan (berarti penting) posisi guru dalam dunia
pendidikan.
2.
Ciri-ciri
Guru yang Baik
a.
Karakteristik
Kepribadian Guru.
Dalam arti
sederhana, kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap
dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989)
mengartikan kepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang.
Kepribadian
adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru
sebagai pengembang sumber daya manusia. Mengapa demikian? Karena, disamping ia
berperan sebagai pembimbing dan
pembantu, guru juga berperan sebagai anutan.
1)
Fleksibilitas
Kognitif Guru
Fleksibilitas
kognitif ( keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berfikir yang diikuti
dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu.
Kebalikannya adalah kekakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurangmampuan
berfikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang
fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berfikir dan beradaptasi.
Selain itu, dia juga miliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah
cipta yang prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika
mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang
fleksibel selalu berfikir kritis.
2)
Keterbukaan Psikologi Pribadi Guru
Keterbukaan
Psikologis merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan
melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Guru yang
terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediannya yang relatif
tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain
siswa, teman sejawat, dan lingkungan tempatnya bekerja. Ia mau manerima kritik
dengan ikhlas. D isamping itu ia juga memiliki empati, yakni respon afektif
terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain (Reber, 1988).
Keterbukaan
psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa.
Selain sisi positif sebagai mana tersebut di atas, ada pula signifikansi lain
yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru seperti di bawah ini.
Pertama,
keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu
dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua,
keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antar
pribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk
mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
b.
Kompetensi
Profesionalisme Guru
Guru yang
profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan
tinggi sebagai sumber kehidupan.
1)
Kompetensi
Kognitif Guru
Guru
diharapkan mampu mengubah pilihan kebiasaan belajar siswa sebagai alat
penangkal bahaya katidaknaikan atau ketidaklulusan saja. Dengan kata lain,
siswa tersebut belajar hanya ingin mencapai cita-cita asal lulus semata
(pass-only aspiration)
2)
Kompetensi
Afektif Guru.
Kompetensi
ranah afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar untuk
diidentifikasikan. Kompetensi ranah ini sebenarnya meliputi seluruh fenomena
perasaan dan emosi seperti: cinta, benci, senang, sedih dan sikap-sikap tertentu
terhadap diri sendiri dan orang lain.
3)
Kompetensi
Psikomotor Guru.
Kompetensi
psikomotor guru meliputi segala ketrampilan atau kecakapan yang bersifat
jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Secara
garis besar, kompetensi ranah karsa guru terdiri atas dua kategori, yaitu:
a)
Kecakapan
fisik umum
Kecakapan
fisik umum direfleksikan dalam bentuk gerakan dan tindakan umum jasmani guru,
seperti: duduk, berdiri, berjalan, berjaba tangan, dan sebagainya yang tidak
langsung berhubungan dengan aktivitas mengajar.
b)
Kecakapan
fisik khusus
Kecakapan fisik
khusus meliputi keterampilan-katerampilan ekspresi verbal ( pernyataan lisan)
dan non verbal ( pernyataan tindakan) tertentu yang direfleksikan guru terutama
katika mengelola proses belajar mengajar.
Mengajar yang baik bukan sekedar
persoalan teknik-teknik dan metodologi belajar saja. Untuk menjaga disiplin
kelas guru sering bertindak otoriter, menjauhi siswa, bersikap dengan itu
menjauhi siswa, bersikap dingin itu menyembunyikanrasa takut kalau dianggap
lemah. Nasehat yang sering diberikan misalnya agar guru bertindak keras pada
saat permulaan.
Ada beberapa mitos pengajaran yang
telah berlaku beberapa generasi, yaitu :
1. Guru harus bersikap tenang tak
berlebih-lebihan dan dingin menghadapi situasi, tidak boleh kehilangan akal,
marah sekali atau menunjukkan kegembiraan yang berlebihan. Dia harus bersikap
netral dalam segala masalah dan tidak menunjukkan pendapat pribadinya.
2. Guru
harus dapat menyukai siswanya secara adil. Ia tidak boleh membenci dan memarahi
siswanya
3. Guru harus memberlakukan siswanya secara sama
4. Guru harus mampu menyembunyikan perasaannya
meskipun terluka hatinya, terutama di depan siswanya yang masih muda
5. Guru
diperlukan oleh siswanya karena siswanya belum dapat bekerja sendiri
6. Guru
harus dapat menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh siswanya
Hal yang memberikan pengertian
salah tentang guru, sehingga guru menghindarkan situasi ini dengan tidak mau
mengakui ketidaktahuannya.
Sesungguhnya guru adalah mahkluk biasa, guru sejati bukanlah mahkluk yang
berbeda dengan siswanya. Ia harus dapat berpartisipasi di dalam semua kegiatan
yang dilakukan oleh siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa persahabatan
secara pribadi dengan siswanya dan tidak perlu merasa kehilangan kehormatan
karenanya. Rasa takut dan was-was dalam keadaan tertentu adalah
hal biasa.
Menurut Combs, dkk, dalam Soemanto Wasty (1998),
bahwa ciri-ciri guru yang baik adalah :
- Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik
- Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang
- Guru cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya dihargai
- Guru yang melihat orang-orang dan perilaku
mereka pada dasarnya berkembang dari dalam; jadi bukan merupakan produk
dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang digerakkan. Dia
melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jadi bukan
orang yang pasif atau lamban
5. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya; bukan menghalangi, apalagi mengancam
Prof. Dr. Saroj Buasri (1970) berpandangan bahwa
guru-guru yang baik hendaknya mempunyai tiga kualitas besar, yaitu:
- Guru yang baik harus mengajar dengan baik. Pengajaran yang baik berasal dari pengetahuan tentang teknik-teknik pengajaran yang sifatnya ilmiah. Ada komitmen untuk mempersiapkan bahan-bahan belajar dan pengakuan atas perlunya memadukan moralitas dengan pengajaran
- Guru baik harus terus belajar dan melakukan penelitian untuk pengembangan dan pengetahuannya
- Guru-guru yang baik harus membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan, untuk membantu orang atau masyarakat yang memerlukannya.[3]
E. Mengajar yang Efektif
Kunci
utama sebagai syarat menjadi guru yang efektif adalah sebagai berikut
1). Keterampilan dan pengetahuan propesional
2). Keterampilan motivasi
3). Keterampilan menejemen kelas
4). Keterampilan komunikasi
1. Keterampilan
dan pengetahuan propesional
Guru –guru yang efektif mempunai arahan
yang baik pada tiap materi pengajaran yang diajarkan dan memeiliki keterampilan
dasar mengajar yang kuat. Mereka mempunyai strategi pengajaran yang baik dan di
dukung oleh metode penentuan tujuan, perencanaan pengajaran, dan pengaturan
kelas. Mereka mengetahui cara motivasi, berkomunikasi, dan bekerja secara
efektif dengan siswa-siswa yang mempunyai tingkat budaya keterampilan berbeda
dan berasal dari latar belakang budaya yang berbeda pula. Guru-guru yang
efektif juga mengerti cara menggunakan teknologi yang tepat dan menguasai
materi pelajaran yang akan diajarkan.
a. Strategi pembelajaran
Pada tingkatan yang lebih luas, ada dua
pendekatan utama yang menggolongkan cara guru mengajar:
1). Pendekatan konstruktif.
2). Pendekatan pembelajaran langsung.
a). Pendekatan
konstruktif
Pendekatan konstruktif adalah pendekatan yang
berpusat pada pembelajar yang menekankan pentingnya para individu membangun
pengetahuan dan pemahaman secara aktif melalui bimbingan guru. Dalam pandangan
guru yang konstruktif, guru seharusnya tidak hanya berusaha melimpahkan
informasi ke pikiran anak-anak. Lebih dari, anak-anak harus di doromg untuk
mengeksplorasi dunia mereka, menemukan oengetahuan, menggambarkan, dan berfikir
secara kritis dengan bimbingan yang berarti pengawasan yang seksama dari guru.
Seorang guru yang menganut filosofi pembelajaran konstruktif tidak akan
menyuruh murid –muridnya menghafalkan informasi di luar kepala,tetapi akan
memberi mereka kesempatan untuk membangun pengetahuan dan memahami bahan
pelajaran ketika membimbing mereka belajar.
b). pendekatan pembelajaran
langsung
Pendekatan pembelajaran langsung adalah suatu
suatu pendekatan terstruktur dan berpusat pada guru yang digolongkan
berdasarkan arahan dan kontrol dari guru ,harapan guru yang tinggiatas kemajuan
siswa,waktu maksimum yang dihabiskan oleh para siswa untuk menyelesaikan tugas
akademis,dan upaya- upaya dari guru meminimalisasi pengaruh negatif .Tujuan
penting dalam pendekatan langsung adalah memaksimalkan waktu belajar siswa
b. Keterampilan manajemen kelas
Aspek penting yang menjadikan seorang guru sebagai guru efektif adalah
mampu memosisikan kondisi bahwa menjaga kelas merupakan kewajiban yang
memerlukan kerja sama seluruh penghuni kelas dan berorientasi pada tugas yang
harus dilakukan di dalam kelas .Guru yang efektif mampu menetapkan dan menjaga
kondisi kelas agar proses pembelajaran dapat berlangsung .Untuk menciptakan
lingkungan belajar yang optimal,para guru
membutuhkan strategi untuk membuat peraturan dan prosedur, mengatur
kelompok mengawasi dan menjalankan aktivitas kelas,serta menangani perilaku
yang menyimpang
c. Keterampilan
memotivasi
Guru –guru yang efektif mempunyai strategi
yang baik dalam membantu para siswa agar
mampu memotivasi dirinya secara mandiri dan dapat bertanggung jawab atas pembelajaran
yang mereka dapatkan .Para siswa termotivasi ketika mereka bisa membuat pilihan
yang aelaras dengan pribadi mereka .Guru yang efektif memberi mereka kesempatan untuk berpikir secara kreatif dan secara mendalam
tentang tugas-tugas.
Selain membimbing para siswa untuk menjadi
pembelajar yang mempunyai motivasi diri, pentingnya penentuan harapan yang
tinggi untuk prestasi para siswa menjadi semakin diakui .Harapan yang tinggi
untuk kebutuhan prestasi anak berasal
dari guru dan orang tua .
d. Keterampilan
komunikasi
Hal lain
yang diperhatikan dalam mengajar adalah keterampilan dalam berbicara
,mendengarkan ,mengatasi hambatan dalam komunikasi verbal,memperhatikan
motivasi nonverbal mahasiswa dan menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Keterampilan komunikasi tidak hanya penting dalam mengajar tetapiu juga dalam
berintraksi dengan orang tua.Guru-guru yang efektif menggunakan keterampilan
komunikasi yang baik ketikia mereka bicara dengan dibanding kepada para
siswa,orang tua, pengurus,dan yang lainnya membatasi kritik dan cenderung asertif
dalam berkomunikasi daripada agresif ,manipulatif,ataupun pasif. Guru yang
efektif juga berusaha meningkatkan komunikasi para siswa.Ini sangatlah penting
karena keterampilan komunikasi dinilai sebagai keterampilan yang paling dicari
oleh para pemberi kerja pada saat itu.
KESIMPULAN
Pada
hakikatnya, baik itu pendidikan maupun pengajaran keduanya adalah merupakan suatu proses transformasi nilai, ilmu, keterampilan
dan budaya dari pendidik kepada peserta didik yang mengarah kepada timbulnya
perilaku belajar para siswa. Dan pada hakikatnya pendidikan dan pengajaran
tidak memiliki perbedaan yang berarti, mengingat satu sama lain saling
membutuhkan, setiap pengajaran adalah pendidikan, dan setiap pendidikan pasti
di dalamnya terdapat pengajaran, baik itu yang di lakukan oleh lembaga formal,
keluarga ataupunlingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Syah,
Muhibin.2000.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Rosda. Bandung
Sobry Sutikno, 2007. Menggagas Pembelajaran
Efektif dan Bermakna. http://nazwadzulfa.wordpress.com/2009/11/20/untuk-sahabatku-lesdoup/
Rohani HM, Drs.
Ahmad dan Drs. H. Abu Ahmadi.1991. Pengelolaan Pengajaran. Bandung:
RinekaCipta
2011http://euphorialine.blogspot.com/2011/10/hakikat-mengajar.html
1 komentar:
How to get to Las Vegas Casino by Bus from Laughlin - CasinoSites.one
Directions to 유흥 후기 Laughlin 스포츠 토토 라이브 스코어 Casino (Laughlin) with public transportation. The following transit lines have routes that 슬롯 pass bet 뜻 near Laughlin Casino 마틴 게일
Posting Komentar