A.
PENGANTAR
SURAT AL-FATIHAH
Surat Al-Fatihah
diturunkan sebelum nabi saw. hijrah ke Makkah; terdiri atas 7 ayat, 29 kalimat,
131 huruf. Namun ada yang mengatakan 7 ayat, 25 kalimat, 125 huruf.
Surat Al-Fatihah
dapat disebut dengan surat Pembuka dikarenakan Al-quran diawali dengan
surat ini, selain itu juga disebut dengan Al-Hamdu (pujian), Ash-Sholah
(pilar dalam Sholat), Al-Waqiyah (penjaga), Al-Kafiyah (yang
mencukupi).[1]
Jumhur ulama
mengatakan bahwa didalam surat Al-Fatihah ini mengandung tema-tema umum
mengenai kandungan Al-Qur’an, yaitu berkenaan dengan tauhid, hukum, pahala,
jalan-jalan Bani Adam, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu surat ini juga
disebut Ummul Kitab. Yang berarti Ummul berarti ‘induk’ adalah
tempat kembalinya segala sesuatu, sedangkan
Kitab diartikan ‘Al-qur’an’.
Surat ini memiliki keistimewaan yang membedakan dengan surat-surat
lainnya. Surat ini disebut Fatihatul
Kitab yang berarti surat ini menjadikannya rukun dalam sholat –yang
merupakan rukun islam yang paling mulia setelah kalimat syahadat, hingga jika
seseorang dalam sholat tidak membacanya maka tidak sah sholatnya.
Keistimewaan lain dari Surat Al-Fatihah adalah Al-Fatihah dapat
digunakan sebagai ruqyah. Jadi jika kita membacakan surat ini pada orang yang
sakit, maka ia dapat sembuh melalui izin Allah. Suatu ketika nabi membacakan
surat ini pada orang yang tersengat binatang berbisa, kemudian orang itupun
sembuh. Nabi saw. Bersabda:
“tahukah engkau bahwa surat ini (Al-Fatihah,-pen) adalah ruqyah”[2]
Mengenai jumlah ayat dalam surat Al-Fatihah, Imam Al-Qurthubi rahimahullah
menerangkan bahwa umat Islam telah bersepakat bahwasanya surat Al-Fatihah
terdiri dari tujuh ayat. Demikian pula pendapat Al-Imam ibnu Katsir rahimahullah
di dalam tafsirnya[3].
B.
TAFSIR
PERAYAT SURAT AL-FATIHAH
بسم الله الرحمن الر حيم
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”
بسم الله (Dengan nama Allah). Di dalam tatanan bahasa
Arab kata tersebut merupakan susunan kata-kata yang berarti mendahului. “aku
memulai suatu perbuatan hanya karena Allah, serta mengharap berkah serta
rahmat-Nya”.
الله (Dzat yang berhak di sembah). Karenanya di sebut dengan Ismul A’dzam,
karena nama Allah menghimpun berbagai sifat. Sebagaimana dalam surat Al-A’raf
ayat 108 yang artinya: “Allah mempunyai asma-ul husna, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan asma-ul husna”. Dalam surat Al-Israa’ ayat 110 yang
artinya: “serulah Allah atau serulah Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja
kalian seru, Dia mempunyai asma-ul husna”. Dengan demikian apabila kita membutuhkan
rezeki, panggilah nama Allah; Ya Razzaq (yang memberi rezeki), atau Ya Ghani
(yang Maha Kaya), dan seterusnya.
Al-Qurtubi dan ulama lainnya seperti: Syafi’i, Ghazali, dan Imamul
Haramain menerangkan bahwa الله adalah
nama yang khusus bagi-Nya yang tidak dimiliki oleh selain Allah, karena kata
itu merupakan kata baku bukan kata pecahan dari kata lain.
الرحمن الرحيم (yang Maha Pengasih dan Penyayang). Dua nama
Allah ini merupakan nama-nama Allah yang menunjukkan Dzat dan sifat rahmat
serta kepada pengaruhnya; dengan kata lain, hukum dapat menjadi konsekuensi
dari sifat ini.
Rahmat yang ditetapkan oleh Allah bagi diri-Nya adalah rahmat
hakikat yang ditunjukan oleh pendengaran dan akal. Sedangkan pendengaran adalah
apa yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah berupa penetapan rahmat bagi Allah
–yang jumlahnya sangat banyak sekali. Sedang akal adalah setiap apa yang
didapat berupa nikmat atau keadaan terjaga dari musibah, semua itu merupakan
pengaruh dari rahmat Allah.
الحمد لله ربّ
العالمين
“segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam”
الحمد لله (Alhamdulillah). Ibnu Jarir mengatakan, bahwa
makna dari الحمد لله adalah segala rasa syukur hanyalah dipersembahkan pada Allah
semata, bukan kepada apa yang disembah selain-Nya juga bukan kepada semua
makhluq-Nya yang tidak terhitung dan terbatas. Nikmat itu diantaranya
tersedianya ada sarana dan prasarana untuk bertaqorrub kepada Allah,
anggota tubuh yang lengkap dapat dengan mudah dalam melaksanakan ibadah
pada-Nya.
Ibnu Abbas r.a menuturkan bahwa Umar r.a. pernah berkata, “kami
telah memahami makna: Subhanallah, Laa Ilahaillallah, dan Allahu Akbar,
maka apakah makna Alhamdulillah itu?”. Jawab Ali r.a., “itu merupakan
kalimat yang dipilih oleh Allah untuk memuji Dzat-Nya yang Maha Agung”.
Jabir bin Abdullah r.a. menuturkan, bahwa Rosulullah saw. Bersabda:
“Zikir yang paling utama adalah Laa Illaha Illallah dan doa yang paling
utama adalah Alhamdulillah”. (HR. Tarmidzi, hadits Hasan Gharib)
ربّ (pemilik yang memiliki sepenuhnya). Di dalam
kata ربّ
terdapat tiga sifat: penciptaan, kekuasaan, dan keadilan. Dia adalah
Khaliq,pemilik segala sesuatu, dan pengendali segala urusan.
العالمين (alam semesta). Jumhur ulama, bahwa semua
selain Allah adalah bagian dari alam. Yang dapat diartikan pencipta sekaligus
yang memelihara, memperbaiki, dan menjamin (Rububiyah-Nya). Dalam surat
Asy-Syua’ra ayat 23-24: “Fir’aun bertanya, apakah Robul ‘Alamin itu?.
Musa menjawab, Tuhan Pencipta, Pemelihara, Penjamin langit dan bumi serta apa
saja yang ada diantara keduanya jika kamu sekalian mempercayai-Nya”.
الرحمن الرحيم
“Yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
الرحمن الرحيم (yang Maha Pengasih). Allah memiliki sifat الرحمن
pemberi nikmat yang sebesar-besarnya, sedang الرحيم yang memberi nikmat yang halus sehingga
tidak terasa, padahal nikamt tersebut besar, dan semua nikmat Allah memang
besar, hanya saja manusia tidak merasakan nikmat tersebut, misal nikmat
pengelihatan, pendengaran, panca indra, nikmat langit, bumi, matahari, dan
masih banyak nikmat yang lainnya. Jika anda menghitung nikmat yang
diberikan-Nya, niscaya mereka (manusia) tidak akan dapat menghitungnya.
Jika الرحمن الرحيم berdampingan, maka dapat ditafsirkan (الرحمن)
yang Maha Pengasih adalah sifat-Nya, dan (الرحيم) yang maha Penyayang adalah perbuatan-Nya.
ملك
يوم الدين
“yang menguasai
Hari Pembalasan”
ملك (Raja). ملك bisa berarti raja, pemilik, yang memiliki,
yang merajai, atau yang menguasai.
يوم الدين (hari pembalasan). Hari pembalasan bisa
diartikan dengan hari Kiamat. الدينdisini
berarti balasan, oleh karenanya Allah adalah penguasa terhadap hari itu dan
didalamnya Dia memberikan balasan kepada semua makhluk-Nya.
Terkadang kata الدين diartikan dengan ‘balasan’, namun dalam surat danayat yang lain
bisa diartikan ‘amal’, sebagaimana dalam surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”.
Ketika kedua kata ملك dan يوم الدين digabung maka akan menghasilkanfaidah yang sangat agung. Yaitu,
bahwa kerajaan Allah adalah kerajaan yang hakiki. Laiknya manusia ada yang
menjadi raja, tetapi ia tidak memiliki atau pemilik. Begitu pula sebaliknya
manusia ada yang menjadi pemilik, namun belum tentu menjadi raja sebagaimana
pada manusia umumnya. Akan tetapi, Rabb kita (Allah swt.) adalah Dzat yang
menjadi pemilik sekaligus raja.
اياك نعبد و
اياك نستعين
“Hanya
Engkau-lah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan
”
اياك نعبد (Hanya Engkau-lah yang kami sembah), bisa
juga berarti ‘hanya kepada-Mu kami takut dan berharap’.
اياك نستعين (hanya Engkau-lah kami mohon pertolongan),
dengan kata lain manusia tidak meminta pertolongan kepda siapapun selain Engkau
dalam beribadah maupun amalan lainnya.
Syaikh Al-Utsaimin menjelaskan bahwa kata اياك terdapat maf’ul
bihi (obyek) yang didahulukan, dikarenakan adanya kata نعبد, yang berarti
sebagai unsur keterangan pembatasan. Maka, artinya: “kami tidak menyembah
selain pada Engkau”. Sedang kata نعبد diartikan “kami menghinakan diri untuk-Mu
dengan sebenar-benarnya”.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan: kata اياك sengaja
didahulukan karena sebagai maf’ul bihi (obyek), hal ini diulang untuk
menunjukan makna perhatian dan pembatasan, sehingga diartikan: “kami tidak
menyembah hanya kepada-Mu, tidak berserah diri kecuali kepada-Mu”.
Qatadah mengatakan, dalam ayat اياك نعبد و
اياك نستعين memaknai dengan:
“Allah memerintahkan kepada kalian untuk ikhlas dalam beribadah hanya kepada
Allah dan benar-benar memohon pertolongan pada-Nya dalam semua urusan kalian”.
Ayat اياك نعبد و اياك نستعين menjelaskan mengenai ibadahnya seorang hamba
pada Allah yang mencakup semua amal yang diperintahkan Allah pada diri-Nya dan
meninggalkan semua yang dilarang-Nya. Ibadah juga bisa diartikan sebagai
perasaan rendah diri, mengabdi, hamba yang tunduk dan patuh. Sedang menurut
istilah syara’, ibadah ialah suatu sikap yang menghimpun rasa kecintaan,
ketundukan, serta rasa takut pada-Nya.
اهدنا الصّراط الّمسْتقيم
“tunjukanlah kami jalan yang lurus”
الصّراط memiliki dua cara baca, pertama menggunakan sin (السّراط)
dan shad (الصّراط). Kata الصّراط berarti ‘jalan’, sedangkan kata اهدنا berarti 'tunjukkanlah', bisa diartikan
juga dengan hidayah. Yang dimaksud hidayah adalah hidayah bimbingan dan hidayah
taufiq, maka ketika anda membaca اهدنا الصّراط
الّمسْتقيم ‘tunjukilah
kami jalan yang lurus’ secara tidak langsung anda meminta ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih kepada Allah. Sedang kata الّمسْتقيم berarti 'yang lurus', juga diartikan
dengan tidak ada kebengkokan padanya.
الصّراط الّمسْتقيم(jalan yang lurus). Bisa diartikan juga dengan
tuntunan Allah dan Rosulullah saw. Atau bisa juga berarti Kitab Allah.
Sebagaimana riwayat ali r.a. yang mengatakan bahwa Rosulullah saw. Bersabda:
الصّرا المستقيم
كتا ب الله
“shiratallmustaqim adalah kitabullah”
juga bisa berarti Islam, sebagai satu-satunya agama yang diridhai
Allah untuk hamba-Nya.
صراط الذين
انعمت عليهمْ غير المغْضُوْب عليهم ولا الضا لين
“yaitu jalan orang-orang yang engkau beri nikmat, bukan( jalan)
mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”[4]
Ibnu Abbas mengatakan, makna dari “yaitu jalan orang-orang yang
telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” ialah: jalan orang yang
telah diberi kenikmatan berupa ketaatan beribadah kepada Allah, seperti para
malaikat, para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan shalihin.
(QS An-Nisa: 69-70).“bukan (jalan)mereka yang dimurkai” yaitu mereka
yang telah mengetahui kebenaran tetapi tidak melaksanakannya, mereka seperti
orang-orang yahudi yang telah mengetahui kitab Allah, tetapi tidak
melaksanakannya. “dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” yaitu mereka
yang tidak memiliki ilmu (agama), sehingga mereka terjerumus ke dalam
kesesatan.
Addi bin Hatim r.a. bertanya pada Rosulullah saw., siapakah yang
dimurkai Allah ya Nabi? Jawab Nabi saw., “mereka adalah orang-orang Yahudi.”
Addi bin Hatim bertanya lagi, dan siapakah orang yang sesat itu?, Nabi menjawab
“mereka adalah orang-orang Nasrani”.
C.
PENUTUP
SURAT
Surat
Al-Fatihah adalah surat yang sarat akan makna dan penjelasan terhadap surat
sesudahnya, di dalam surat ini mengandung pengertian tersirat maupun tersurat mengenai
berbagai hukum-hukum Allah berupa Aqidah (tauhid), hukum, pahala, jalan-jalan
Bani Adam, serta didalamnya mengandung semua isi Al-Qur’an.
Ketika
kita membacanya sampai pada akhir ayat, disunnahkan untuk mengucapkan “amiin”.
Yang berarti “Ya Allah kabulkanlah”. Abu Hurairah r.a. mengatakan, bahwa Nabi
saw. bersabda “jika imam membaca ‘Amiin’, maka sambutlah (bacalah) Amiin,
karena sesungguhnya barangsiapa yang bacaan Amiin-nya bersamaan dengan
Amiin-nya malaikat, maka dia mendapatkan ampunan atas dosa-dosanya yang telah
lalu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Surat
al-Fatihah yang terdiri dari tujuh ayat
ini mengandung pujian dan syukur pada Allah dengan menyebut nama Allah dan
sifat-sifat-Nya yang mulia. Didalamnya (al-Fatihah) juga menyinggung mengenai
hari pembalasan dan tuntutan, mengenai manusia yang jika meminta sesuatu kepada
Allah supaya merendahkan diri serendah-rendahnya. Kemudian didalamnya juga
menganjurkan pada manusia untuk selalu meminta hidayah dan bimbingan Allah agar
bisa menapaki jalan yang lurus, sehingga termasuk golongan yang mendapat nikmat
dan pertolongan-Nya.
[1] Lihat
tafsir al-Qur’anal-‘Azhim [1/100] cet. Dar Thaibah
[2] Ditakhrij Al-Bukhari, kitab Al-Ijarah, No: 2276; dan
Muslim, kitab As-Salam, No:2201
[3] Lihat al-jami’ li Ahkam al-qur’an al-‘azhim [1/101]
[4] Mereka
yang dimurkai, adalah mereka yang sengaja menentang ajaran Islam. Mereka yang
sesat adalah mereka yang sengaja mengambil jalan selain islam.
0 komentar:
Posting Komentar